Tak seorang pun yang dapat keluar dari keadaan tersesat dari orang-
orang yang bersama Musa kecuali dua orang, yaitu kedua laki-laki yang
memberitahu masyarakat Bani Israil untuk memasuki desa yang dihuni
oleh orang-orang yang jahat. Para mufasir berkata bahawa salah seorang
di antara mereka berdua adalah Yusya' bin Nun. Ia adalah seorang
pemuda yang ikut bersama Musa dalam kisah perjalanan Musa bersama
Khidir. Dan sekarang ia menjadi Nabi yang diutus untuk Bani Israil. Ia
juga seorang pemimpin pasukan yang menuju ke bumi yang Allah s.w.t
memerintahkan mereka untuk memasukinya. Allah s.w.t telah
memerintah Musa untuk mempersiapkan Bani Israil dan menjadikan
mereka para pemimpin, sebagaimana firman-Nya:
"Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil
dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin
dan Allah berfirman:
'Sesungguhnya Aku berserta kamu, sesungguhnya jika kamu
mendirikan solat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-
rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu.
Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam syurga yang
mengalir di dalamnya sungai-sungai. Maka barang siapa yang kafir di
antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang
lurus." (QS. al-Maidah: 12)
Demikianlah kita melihat perjanjian yang bersyarat di mana Allah s.w.t
meletakkan janji atas mereka, yaitu agar mereka berperang dan tidak
lari dari medan peperangan, dan hendaklah mereka mendirikan solat dan
mengeluarkan zakat serta beriman kepada para rasul dimulai dari Nabi
Musa yang diturunkan kepadanya kitab Taurat dan diakhiri oleh Nabi
Muhammad saw yang Allah s.w.t telah menyampaikan berita gembira
tentang kedatangannya di dalam Taurat ketika Taurat masih otentik,
yang belum disentuh oleh penyimpangan dan kebohongan.
Yusya' bin Nun keluar dan selamat dari keadaan tersesat yang dialami
oleh Bani Israil. Lalu beliau menuju ke tanah suci. Beliau berjalan
bersama mereka sehingga melewati sungai Jordan dan sampai ke Ariha,
yaitu tempat atau kota yang paling kuat pagarnya dan istana yang paling
tinggi dan paling padat penduduknya. Beliau mengepungnya selama enam
bulan. Kemudian pada suatu hari mereka mengelilinginya dan
menyembunyikan trompet. Tiba-tiba, pagar kota itu menjadi rosak dan
roboh. Kita lihat bahawa senjata yang pertama kali mereka gunakan
dalam peperangan mereka sangat mengagumkan. Para penyerang
menggunakan kekuatan suara untuk pertama kalinya sebagai senjata.
Desakan yang keras dari trompet-trompet itu menjadi penyebab
hancurnya atau rosaknya pagar-pagar kota. Kami tidak mengetahui,
apakah Allah s.w.t mewahyukan kepada Yusya' bin Nun untuk melakukan
tindakan ini, atau ini inisiatif peribadinya sebagai pemimpin pasukan,
atau hal itu terjadi secara kebetulan. Mereka tetap menyembunyikan
trompet-trompet tanduk selama enam bulan, yaitu masa pengepungan
sehingga mereka dikejutkan dengan jatuhnya pagar-pagar kota.
Terdapat cerita bohong yang berkaitan dengan hal itu yang menyebutkan
bahawa matahari sempat berhenti berputar sampai Yusya' bin Nun telah
berhasil menaklukkan tanah suci. Cerita dongeng itu direkayasa oleh
orang-orang Yahudi. Matahari dan bulan merupakan tanda-tanda
kebesaran Allah s.w.t dan keduanya tidak akan berhenti kerana kematian
seseorang atau kerana kehidupannya. Meskipun terdapat kejadian luar
biasa dan mukjizat yang mengagumkan di tengah-tengah Bani Israil
namun semua itu tidak bertentangan dengan hukum alam dan sistemnya.
Kemudian Allah s.w.t mengeluarkan perintah-Nya kepada Bani Israil
untuk memasuki kota dalam keadaan sujud. Yakni, hendaklah mereka
rukuk dan menundukkan kepala mereka sebagai wujud syukur kepada
Allah s.w.t atas segala kurnia yang diberikan-Nya kepada mereka, yang
berupa penaklukan kota itu. Ketika mereka memasuki kota itu, mereka
diperintahkan untuk mengatakan:
"Bebaskanlah kami dari dosa kami." (QS. al-A'raf: 161)
Yakni, hilangkanlah kesalahan kami yang dahulu dan jauhkanlah kami
dari apa yang diperbuat oleh para orang tua kami. Tetapi, Bani Israil
menentang dan tidak melaksanakan apa yang diperintahkan kepada
mereka, baik dalam bentuk ucapan mahupun perbuatan. Mereka
memasuki pintu dalam keadaan congkak dan sombong dan mereka
mengganti ucapan yang tidak selayaknya mereka ucapkan. Oleh kerana
itu, mereka terkena seksa Allah s.w.t atas kezaliman yang mereka
perbuat. Kejahatan yang dilakukan orang tua adalah kehinaan, sedangkan
kejahatan anak-anak adalah sikap sombong dan mendustakan kebenaran.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika dikatakan kepada mereka (Bani Israil): 'Diamlah
di negeri ini saja (Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)nya di
mana saja kamu kehendaki.' Dan katakanlah: 'Bebaskanlah kami dari
dosa kami dan masukilah pintu gerbangnya sambil membongkok,
nescaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu.' Kelak akan Kami
tambah (pahala) kepada orang-orang yang berbuat baik. Maha orang-
orang yang zalim di antara mereka itu mengganti (perkataan itu)
dengan perkataan yang tidak dikatakan kepada mereka, sehingga
Kami timpakan kepada mereka azab dari langit disebabkan kezaliman
mereka." (QS. al-A'raf: 161-162)
Ini bukanlah kejahatan pertama kali yang dilakukan oleh Bani Israil dan
juga bukan kejahatan yang terakhir kali. Mereka telah menyeksa rasul-
rasul mereka yang cukup banyak setelah Nabi Musa. Taurat yang ada di
tangan mereka berubah menjadi kertas-kertas yang mereka tampakkan
sebahagiannya dan mereka sembunyikan sebahagian yang lain, bahkan
mereka pun berani mempermainkan akidah. Al-Qur'an mencatat semua
ini dalam surah al-An'am:
"Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang
semestinya dikala mereka berkata: 'Allah tidak menurunkan sesuatu
pun kepada manusia.'
Katakanlah:
'Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa
sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu menjadikan kitab
itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan
(sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya,
padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak
kamu tidak mengetahui(nya)?' Katakanlah: 'Allah-lah (yang
menurunkannya),' kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al-Qur'an
kepada mereka, biarkanlah mereka bermain-main dalam
kesesatannya.'" (QS. al-An'am: 91)
Jika pernyataan tersebut berlaku kepada cucu-cucu Bani Israil yang hidup
di jazirah Arab maka jelas sekali - melalui sejarah Bani Israil sendiri -
bahawa Taurat tidak selamat dari usaha yang menyimpang ini atau usaha
yang sia-sia ini di mana Taurat pun disembunyikan sebahagiannya dan
ditampakkan sebahagian yang lain sesuai dengan tuntutan keadaan
mereka dan kepentingan mereka. Sikap penentangan inilah yang
melatarbelakangi datangnya seksaan-seksaan kepada Bani Israil. Bani
Israil kembali menzalimi diri mereka sendiri. Mereka mengira bahawa
mereka adalah bangsa pilihan Allah. Mereka menganggap - kerana
pengaruh dari keyakinan ini - bahawa mereka berhak untuk melakukan
apa saja sesuai dengan keinginan mereka, sehingga banyak sekali
kesalahan dan dosa di tengah-tengah. Bahkan kejahatan yang mereka
lakukan terhadap kitab-kitab suci kemudian menjalar kepada nabi
mereka di mana mereka membunuh para nabi.
"Dan mereka membunuh para nabi tanpa alasan yang benar." (QS. an-
Nisa': 155)